Indikasi Mafia Tanah di Kelurahan Air Raja Mencuat, Sejumlah Mantan Lurah Diduga Terlibat
Selasa, 20 Juni 2023
Oleh Tim Redaksi IP
TANJUNGPINANG l lnvestigasipos.com – Sengkarut persoalan penerbitan Surat Tanah di Kelurahan Air Raja mengundang polemik, sejumlah mantan lurah diduga terlibat dalam pembuatan Surat Tanah diatas lahan yang di kuasai secara terus menerus oleh
Leo Puho (Alm) sejak tahun 1969.
Salah satu pemerhati, Bung Petrick yang saat ini sedang mengadvokasi keluarga ahli waris pemilik lahan mengatakan sejak dikuasainya tanah itu oleh Leo Puho (Alm) dari tahun 1969 hingga saat ini masih belum mendapatkan hak nya sesuai ketentuan dan aturan yang menjadi legitimasi secara administratif.
Saat media ini menanyakan, kira-kira sepengetahuannya apa yang menjadi hambatan atas perjuangan ahli waris Leo Puho (Alm) terhadap lahanya tersebut Bung Boli menjawab yang kami tahu saat ini di tanah tersebut sedang timbul persoalan (Konflik) hingga menjadi atensi aparat penegak hukum, yaitu sengketa tanah di lokasi sekitaran km 8, jl Wr. Supratman Tanjungpinang ini.
“Oh ya, mungkin perlu saya sampaikan agar menjadi pengetahuan publik bahwa, lokus pada persoalan tanah yang salah satu objek nya sedang kita bantu untuk mengembalikan hak ahli waris ini, adalah lahan bekas area penambangan bouksit oleh PT. Aneka Tambang UPN Kijang (Persero), area ini berada pada blok Galang 1,2 dan 3,” ujar Petrick.
Identifikasi penamaan pada blok ini merupakan ciri setra konsep yang akhirnya menjadi sebutan yang lazim digunakan oleh pemerintah setempat termasuk dalam penerbitan dokumen surat-surat atas tanah, adapun daerah ini masuk dalam wilayah Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur.” tambahnya.
Selain itu, Bung Patrisius Boli Tobi atau yang lebih populer disapa dengan panggilan Bung Petrick juga merasa heran dengan tipikal Pemerintahan yang bekerja di Kelurahan Air Raja, karena begitu mudahbya untuk mengeluarkan surat-surat tanah yang akhirnya menjadi sumber konflik hukum seperti yang sedang terjadi saat ini dan hal itu terus saja berulang dari tahun 2003 hingga 2014.
Kalau tidak salah keberadaan lahan Ruko Food Cort juga sedang menjadi objek sengketa antara dua pihak, salah satunya pemilik Usaha Food Cort, tapi saya tidak ingin berkomentar lebih banyak karna itu bukan persoalan kita walau sedikit banyak data serta rujukan historik nya saya juga tau. Rujukan historis itu bisa di lihat pada topografi dan pemetaan pada PT. Aneka Tambang ketika di tahun 1984 mulai mengeksplorasi kegiatan penambangan bouksit.
Nah di objek yang sedang kita bantu untuk ahli waris mendapatkan hak nya ini juga justru telah diterbitkan Surat Tanah oleh pejabat Lurah Air Raja ketika itu yakni Lurah Hendryk Arifin di tahun 2003, kemudian di tahun 2005 di terbitkan lagi oleh Lurah pengganti saudari Agustina.
Untuk pejabat Lurah yang bersangkutan, sedang kita siapkan data data pendukung dugaan perdata maupun pidana, kita lakukan upaya hukum untuk melaporkannya, Ini bentuk konsistensi kita mengawal upaya pemberantasan mafia tanah, dan tidak tertutup kemungkinan kita akan mengirimkan surat ke Menteri ATR BPN dan sekaligus ke Presiden agar ini menjadi atensi,” ungkap bung Petrick dengan nada kesal.
Potho Bung Patrisius Boli Tobi (Bung Petrick)
Ketika media ini menanyakan tentang alat bukti dan inpormasi apa kira-kira yang dimiliki dalam melaporkan kasus ini, Bung Petrick menegaskan ” Bukti-bukti itu Sedang kami upayakan, saya tertantang untuk mengungkap beberapa persoalan yang menimpa ahli waris yang juga masih bagian dari keluarga kami,” ucap Bung Boli.
Untuk diketahui objek lahan Leo Puho (Alm) pada tahun 1984 pernah di ganti rugi oleh PT Aneka Tambang saat kegiatan eksplorasi penambangan bouksit, dokumen administratif management PT. Antam itu sebagai data historis yang di miliki sebagai bukti bahwa objek lahan ini adalah milik Alm. Leo Puho yang ketika itu di ganti rugi serta di berikan kompensasi.
Namun secara diam-diam pada tahun 2003, Lurah Air Raja Hendrik Arifin ketika itu menerbitkan Surat Keterangan Riwayat/ Penguasaan Tanah atas nama orang lain yakni ROSMANIAH dengan no. Reg. 267/G_1/2003 yang adalah pengganti SKT nomor 158/G_1/1979 atas nama MAIMUNAH.
Anehnya pada surat atas nama Maimunah yang konon katanya adalah ibu dari saudari Rosmaniah ini, penempatan objek pada posisi sempadan SKT 267 sudah tidak lagi merujuk pada SKT 158, artinya terjadi pergeseran objek yang cukup jauh dari kondisi lokasi awal kepemilikan atas tanah pada induk surat a.n .MAIMUNAH.
Kalau kita cermati disinilah kerja rekayasa yang menjadi unsur niat jahat menghilangkan hak orang lain atas barang tidak bergerak atau lahan tanah yang dimaksud. Hal inilah yang membuat terganjalnya upaya penerbitan surat tanah atas nama permohonan ahli waris Leo Puho (Alm) di Kelurahan Air Raja Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Bukan itu saja untuk mendapatkan keadilan atas hak nya keluarga Alm Leo Puho sudah melakukan segala upaya mulai dari mendudukan persoalan ini di Kelurahan hingga ke DPRD Kota Tanjungpinang.
Rupanya keadilan itu masih berupa fatamorgana bagi rakyat kecil seperti Leo Puho (Alm) dan ahli waris yang sedang kita advokasi.
Akhirnya sebagai statemen akhir, Bung Petrick menyatakan bahwa, khusus advokasi atas lahan peninggalan Leo Puho (Alm) ini, kita konsisten memperjuangkan hak ahli waris, baik diranah non litigasi maupun harus masuk pada gugatan formil baik perdata maupun pidana.
“Kita sudah miliki sejumlah alat bukti awal dugaan pidananya, dan itu dominan pada aparatur Pemerintahan, pengembangan kasus ini bisa jadi ada ekses pidana yang bersifat konspiratif dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan diatas lahan tersebut. Kita akan mengambil langkah untuk melaporkan persoalan ini pada Satgas Penindakan mafia tanah, tutur Boli dan teman-teman.