Beranda Aparatur Kenapa DJBC Optimistis Tidak Terjadi Shortfall

Kenapa DJBC Optimistis Tidak Terjadi Shortfall

Kenapa DJBC Optimistis Tidak Terjadi Shortfall

Senin, 28 Januari 2020. 10:30 Wib/ Editor: Muhamad Sukur

Opini oleh: Gatot Priyoharto (Kepala Seksi Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea dan Cukai)

Investigasipos.com. Nasional. RILIS Badan Pusat Statistik pada akhir 2019 mengungkapkan defisit neraca perdagangan Desember mencapai US$0,03 miliar, dan sepanjang tahun US$3,20 miliar. Sekilas tampak ada perbaikan pada neraca perdagangan 2019, mengingat defisit 2018 mencapai US$8,7 miliar.

Defisit neraca perdagangan 2018 memang menjadi defisit terburuk dalam sejarah, tetapi defisit 2019 sebenarnya juga yang terburuk sejak 2014. Perbaikan neraca perdagangan yang sekilas tampak tidak menggambarkan perbaikan kinerja fundamental ekonomi nasional.

Hal itu bisa terlihat pada indikator ekonomi yang sebagian besar terkontraksi. Pertumbuhan ekonomi per kuartal 2019 selalu di bawah capaian 2018. Bahkan ekspor yang menggambarkan kondisi industri dalam negeri, capaiannya negatif 6,94%.

Kondisi tersebut ditengarai merupakan dampak kondisi global yang dilanda perang dagang, yang kemudian menekan kinerja perdagangan dunia. Faktor fundamental inilah yang lantas memengaruhi kinerja penerimaan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), terutama dari sisi bea masuk dan bea keluar.

Sejak reformasi kepabeanan dan cukai 2007, sudah 10 kali DJBC mencapai bahkan melebihi target penerimaan APBN. Perlambatan pertumbuhan penerimaan hingga kegagalan memenuhi target APBN yang ada rata-rata disebabkan pengaruh global yang mengalami perlambatan atau krisis.

Baca juga : Bea-Cukai: 30 Januari 2020. Harga Barang Impor Mulai Rp 42.000 Kena Bea Masuk & PPN.

Pada 2009 terjadi perlambatan capaian penerimaan menjadi 105%, padahal tahun sebelumnya 120%. Perlambatan capaian tersebut terpengaruh dampak krisis keuangan global, yang puncaknya terjadi pada 2009 dengan menekan pertumbuhan ekonomi dunia hingga negatif 1,67%.

Kinerja penerimaan kembali melambat pada 2011 hingga mengalami shortfallpada 2014. Kondisi ini sebagian disebabkan harga komoditas di pasar dunia yang melemah. Kinerja penerimaan bea keluar yang sebagian besar komoditas primer capaiannya terus melemah pada tahun itu.

Terakhir, perlambatan penerimaan DJBC terjadi 2019. Beruntung, kinerja 2019 disokong surplus penerimaan cukai yang mampu memaksimalkan efektivitas pemberantasan rokok dan minuman beralkohol ilegal, untuk menutup shortfall bea masuk dan bea keluar akibat perang dagang.

Sebagai revenue collector, DJBC juga mengumpulkan penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang terdiri atas PPN Impor, PPnBM Impor dan PPh Pasal 22 Impor. Jumlah PDRI ini hampir mendekati target penerimaan DJBC. Pada 2019, penerimaan DJBC Rp213,36 triliun, PDRI Rp229,47 triliun.

Dengan demikian, total penerimaan yang dikumpulkan DJBC jumlahnya sekitar 29% dari total penerimaan perpajakan. Pada 2019 jumlahnya Rp442,83 triliun, atau bila dibandingkan dengan anggaran infrastruktur APBN 2019 yang Rp415 triliun, tentu sudah lebih dari cukup.

Tantangan 2020

TARGET penerimaan DJBC tahun ini Rp223,13 triliun. Target itu lebih tinggi Rp14,31 triliun dari target DJBC 2019. Apabila memperhatikan target penerimaan DJBC dari tahun ke tahun, peningkatan target sudah menjadi keniscayaan seiring dengan kian tingginya kebutuhan pembiayaan pembangunan.

Baca juga : Tepis Tuduhan Bea-Cukai, Pelindo: Kapal KT Sei Deli III Disebut Pindahkan BBM untuk Internal

Catatan kinerja capaian target DJBC dalam 3 tahun terakhir sebenarnya cukup membanggakan, karena selalu melampaui target. Namun, DJBC harus tetap memperhatikan dan memantau semua faktor yang diperkirakan menjadi risiko dalam upaya mengulang kinerja positifnya.

Komponen bea masuk yang terpengaruh kondisi global menghadapi ujian berat. Perang dagang yang berpengaruh pada kinerja perdagangan internasional diperkirakan belum berakhir. Belum lagi tensi geopolitik yang meningkat di awal tahun, dikhawatirkan memberi tekanan pada perekonomian global.

Situasi mirip juga terjadi pada penerimaan bea keluar. Harga komoditas unggulan ekspor yang terkena bea keluar dikhawatirkan belum membaik karena belum pulihnya permintaan dunia. DJBC juga harus terus memonitor kebijakan ekspor, baik yang berasal dari pemerintah maupun perusahaan tambang.

Penerimaan cukai diprediksi menghadapi tantangan volume peredaran barang kena cukai (BKC) ilegal. Efek kebijakan penyesuaian tarif cukai dikhawatirkan dimanfaatkan produsen BKC ilegal masuk pasar. Kondisi ini tentu mengganggu kelancaran penjualan BKC legal, yang akhirnya menekan penerimaan.

Memaksimalkan Potensi

TANTANGAN pencapaian target penerimaan 2020 harus dihadapi dengan optimisme, yaitu dengan mengelola dan memaksimalkan potensi yang ada. Efek perang dagang diprediksi mulai berkurang. Hal ini terlihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi global versi World Bank yang membaik.

Baca juga : Yakinkan Investor, Luhut: Tak Lama Lagi Kami Akan Menjadi Negara Besar

Perekonomian dunia yang membaik yang diikuti pulihnya volume perdagangan diharapkan dapat mengembalikan permintaan komoditas yang terkena bea keluar. Hal itu diharapkan mendongkrak harga komoditas, yang akhirnya berefek positif pada penerimaan bea keluar.

Demikian pula dengan bea masuk yang sangat tergantung pada aktivitas impor. Membaiknya volume perdagangan dunia diharapkan mendorong geliat industri dalam negeri yang berdampak pada impor bahan baku dan barang modal, yang komposisinya signifikan dalam struktur impor nasional.

Penerimaan cukai menghadapi tantangan peredaran BKC ilegal. Namun, DJBC dapat mengamankan potensi penerimaannya apabila dapat mempertahankan tren peredaran BKC ilegal yang menurun. Penyesuaian tarif cukai yang berlaku sejak awal 2020 juga diharapkan menjaga penerimaan cukai.

Optimisme ini juga datang dari program pengembangan destinasi wisata baru. Wilayah peredaran BKC yang hanya berpusat di Jakarta dan Bali, berpotensi melebar di kawasan wisata baru tersebut. Alhasil, basis penerimaan cukai pun meningkat meski harus disertai dengan pengawasan yang melekat.

Potensi penerimaan yang terselip di tengah kondisi perekonomian dunia maupun nasional harus dapat ditangkap DJBC, seperti dengan peningkatan pelayanan dan fasilitasi industri. Penanganan dwelling time dan penyederhanaan regulasi menjadi prioritas utama.

Naca juga : Dua Jebakan Berbahaya bagi Pemilik Bisnis

Tidak juga ketinggalan pengembangan fasilitas hingga pemberian insentif fiskal dan prosedural yang mendorong ekspor dan investasi. Optimalisasi penerimaan dan pengawasan turut disiapkan, salah satunya sinergi bersama aparat penegak hukum dalam penanganan transnational organized crime.

Kerja sama antarnegara dalam validasi nilai pabean dan Form FTA, serta sinergitas joint program Ditjen Pajak-DJBC-Ditjen Anggaran tidak luput dari perhatian. Peningkatan pengawasan dilakukan dengan memaksimalkan kemajuan teknologi dan informasi.

Penyempurnaan risk assessment system dan pengembangan sistem pengawasan cukai terintegrasi terus dilakukan. Namun, sumber daya manusia yang menggawangi itu semua juga tidak kalah penting, sehingga DJBC terus mengupayakan peningkatan kompetensi pegawai menjadi berskala internasional.

DJBC percaya tantangan pencapaian target 2020 tidak lebih mudah dari tahun lalu, bahkan lebih berat mengingat targetnya meningkat. Namun, DJBC juga yakin dan optimis, dengan mengelola tantangan, memaksimalkan potensi, dan langkah konkret, target penerimaan DJBC 2020 bisa dicapai.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here