Beranda Ekonomi Hadapi Globalisasi, Perkuat Ekonomi Lokal

Hadapi Globalisasi, Perkuat Ekonomi Lokal

INVESTIGASIPOS.COM | SURABAYA – Seminar nasional multi-bidang oleh empat pakar multi-disiplin tentang globalisasi yang digelar Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jawa Timur, 14 September 2018 mengerucut ke satu kesimpulan.

Para pemateri dalam acara IROFONIC (International Relations on Foreign Policy Conferences) sependapat; kuati ekonomi lokal untuk menghadapi gempuran arus globalisasi.

Eva Novi Karina, dosen Hubungan Internasional UPN V Jatim yang jadi ketua panitia IROFONIC 2018, menjelaskan, diskusi bertema ‘Memperjuangkan Kepentingan Lokal di Era Globalisasi’ ini untuk membuka wawasan tentang tantangan dan peluang.

“Globalisasi itu tidak jauh di luar sana, tapi sudah kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Ada kesan kita korban globalisasi. Padahal, banyak peluang yang bisa diraih.”

Seminar ini dibagi dua sesi. Pertama, menghadirkan Firdaus Putra, HC, selaku Direktur Kopkun Institute dan Peneliti LS2PI berbasis di Purwokerto, dan Muhammad Nurdin Razak selaku praktisi dan konsultan ekowisata yang berbasis di Taman Nasional Baluran di Jawa Timur, dengan moderator Praja Firdaus Nuryananda dosen UPN ‘V’ Jatim.

Usai sholat Jumat, sesi kedua dilangsungkan dengan menghadirkan Muhammad Rum dosen dan peneliti Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, dan Hizkia Yosias S. Polimpung dosen komunikasi global di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya dan Peneliti Koperasi Riset Purusha, dengan moderator Ario Bimo Utomo dosen UPN ‘V’ Jatim.

Firdaus Putra, sosiolog yang mendalami perjuangan tukang nderes nira, menyatakan perlunya kebijakan untuk memperkuat ekonomi lokal. “Tapi itu tidak gampang. Koperasi sudah membuat langkah-langkah penguatan, tapi ada pihak lain yang menentukan kebijakan.

Padahal, kebijakan itu secara struktural tidak selalu menguntungkan bagi penguatan ekonomi lokal. Misalnya, kebijakan impor produk yang kita sendiri bisa bikin.”

Nurdin, yang punya passion dalam fotografi, memberi contoh kasus yang dialaminya sendiri saat menggandeng warga Desa Wonorejo di Situbondo mengembangkan ecotourism.

Menurutnya, ecotourism itu konsep dan bukan sekadar label yang dipajang di papan nama. Dengan konsep itu, masyarakat digerakkan bersama sehingga wisatawan asing mendapatkan pengalaman yang bisa dikenang seumur hidup.

“Anak-anak turis main bola bekel, bayar Rp 350 ribu per hari. Turis-turis membersihkan kandang sapi, ya bayar cukup mahal. Turisnya senang, warga juga senang karena dapat pemasukan dan kandangnya bersih,” kata Nurdin.

“Nah, untuk bisa membangun ecotourism yang sukses level internasional, dibutuhkan komitmen habis-habisan pengelolanya dan branding yang tepat untuk lokasinya,” terangnya.

Muhammad Rum awalnya menyampaikan bagaimana komunitas regional semacam ASEAN membuat langkah politik positif terhadap bencana alam; termasuk menangani tsunami 2004 dan siklon Nargis 2008.

Namun, saat diskusi terbuka, ia juga ditanya tentang bagaimana caranya agar impor garam dan gagang pacul bisa dihentikan.

Untuk menjawabnya, ia memberi contoh Jepang era keshogunan. “Dulu, Jepang menutup diri dari dunia luar. Segala kebutuhan, dibuat sendiri.

Hingga akhirnya pimpinan Jepang butuh senapan. Maka, dibelilah sepucuk senapan dari orang Belanda. Shogun memerintahkan pengrajin menirunya. Maka, para pengrajin membuatnya dan bahkan bisa memproduksi senapan sangat banyak.”

Hizkia Yosias membahas revolusi industri 4.0 terhadap buruh. Menurutnya, semua revolusi industri tetap saja menempatkan buruh di posisi sama di bawah pemilik modal.

Revolusi industri 4.0 adalah nama lain otomasi dan pertukaran data dalam teknologi. Buruh hanya jadi operator, dan keuntungan tetap mengalir ke pemilik modal dan teknologi.

Bagaimana memenangkan kepentingan lokal? Hizkia memaparkan pendekatan konstruktif. “Kalau permasalahnnya struktural, ya pemerintah harus mengeluarkan policy struktural dan jangan individual.

Untuk membuat buruh melek teknologi, jangan lah buruh disuruh-suruh kursus yang ongkosnya dipotongkan dari gaji.

Yang lebih tepat adalah buatkan kebijakan strategis untuk memperkuat pemenuhan kebutuhan lokal. Putus hubungan dengan pasar internasional!”, tegasnya. (rey/ari)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here